Jakarta,Tapispost.com-Jaksa Agung RI kembali melakukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif (restorative justice) melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Dr. Fadil Zumhana, dimana penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif (restorative justice) sebanyak 5 permohonan. Rabu(30/11/2022)
Adapun 5 berkas perkara yang telah dihentikan penuntutannya oleh Jaksa Agung RI ST Burhanuddin melalui JAM-Pidum Dr. Fadil Zumhana berdasarkan keadilan restoratif yaitu :
- Tersangka atas nama SHEPTYANI M. YUSUF alias YANTI binti M. YUSUF dari Kejaksaan Negeri Palopo yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
- Tersangka atas nama I MUH. NUR ICHSAN bin HASAN, Tersangka II MUHAMMAD AKSA bin BAHARUDDIN, dan Tersangka III ARIFIN DG. SALLANG bin KUI dari Kejaksaan Negeri Takalar yang disangka melanggar Pasal 480 ke-1 dan 2 KUHP jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP tentang Penadahan.
- Tersangka atas nama SABIRULLAH DG. SEWA bin BAKKA DG. TOMPO dari Kejaksaan Negeri Takalar yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
- Tersangka atas nama DJUMAWATI bin SUPATMO dari Kejaksaan Negeri Tanjung Perak yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
- Tersangka atas nama HERMAWAN bin SUJARWO dari Kejaksaan Negeri Malang yang disangka melanggar Pasal 480 Ayat (1) KUHP tentang Penadahan.
Selanjutnya, JAM-Pidum memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum.
Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:
- Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;
- Tersangka belum pernah dihukum;
- Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;
- Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;
- Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;
- Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;
- Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;
- Pertimbangan sosiologis;
- Masyarakat merespon positif
(Red)