
Lampung Barat, Tapispost.com,- Terkaid pemberitaan Sekolah Menengah Atas Negeri ( SMAN 1) Sukau, Kabupaten Lampung Barat di salah satu media online / siber mengenai wali murid yang menyatakan keberatan atas iuran perbulan sebesar Rp.120,000., ( Seratus dua puluh ribu rupiah).
Mendapat tanggapan dari Ketua Lembaga Perlindungan Anak Kabupaten Lampung Barat Muhammad Zen Amirudin,SH,
Saat dihubungi melalui telpon Via WhatsApp Muhammad Zen Amirudin,SH mengatakan bahwa dalam menetapkan SPP Sekolah, pihak Sekolah sebaiknya mempertimbangkan kepentingan akademik siswa sebagai salah satu faktor utama.
“Pendidikan yang berkualitas adalah hak bagi setiap siswa, dan biaya yang wajar untuk mendukung keberlangsungan sekolah dan peningkatan fasilitas pendidikan bisa dipahami.”
“Namun, pihak sekolah juga harus memperhatikan keseimbangan antara kepentingan akademik siswa dan kemampuan ekonomi keluarga mereka.”
” Beban SPP yang terlalu tinggi bisa menghambat akses siswa dari keluarga kurang mampu untuk mendapatkan pendidikan yang baik. Oleh karena itu, penting untuk memastikan bahwa kebijakan penentuan SPP dilakukan dengan transparansi dan pertimbangan yang adil terhadap situasi ekonomi siswa dan keluarganya.” ungkapnya
Sebagai alternatif, sekolah juga bisa mencari cara kreatif untuk mendukung kepentingan akademik siswa tanpa memberatkan beban finansial. Misalnya, melalui beasiswa, program bantuan, atau skema subsidi untuk keluarga dengan keterbatasan ekonomi. Dengan demikian, kepentingan akademik siswa tetap diutamakan tanpa mengabaikan situasi ekonomi yang berbeda di antara siswa-siswanya.
Tambahnya, beban SPP sekolah berdampak terhadap siswa, beberapa dampak yang mungkin terjadi diantaranya :
Stres dan tekanan psikologis: Beban keuangan yang tinggi karena SPP yang mahal bisa menyebabkan stres dan tekanan pada siswa dan keluarganya, terutama jika sulit untuk memenuhi kewajiban pembayaran.
Keterbatasan akses pendidikan: SPP yang mahal bisa menghalangi akses pendidikan bagi siswa dari keluarga kurang mampu, yang dapat menghambat kemajuan akademik mereka.
Rendahnya motivasi belajar: Siswa yang merasa beban SPP terlalu tinggi mungkin kehilangan motivasi dalam belajar dan berpartisipasi dalam kegiatan akademik.
Pembatasan partisipasi ekstrakurikuler: Beban SPP yang berat bisa menyebabkan beberapa siswa tidak bisa berpartisipasi dalam kegiatan ekstrakurikuler, yang dapat menghambat perkembangan sosial dan keterampilan siswa.
Dampak sosial: Beban SPP tinggi bisa menyebabkan perbedaan sosial di antara siswa, dan mereka yang tidak mampu membayar SPP mungkin merasa rendah diri atau diisolasi.
Gangguan keseimbangan kehidupan siswa: SPP yang mahal bisa mempengaruhi keuangan keluarga dan memaksa siswa untuk mencari pekerjaan paruh waktu, yang berpotensi mengganggu keseimbangan antara pendidikan dan kehidupan pribadi.
Untuk itu sekolah dituntut harus mempertimbangkan dampak sosial dan psikologis dari beban SPP dan mencari cara-cara yang adil untuk memastikan bahwa akses pendidikan tetap terbuka bagi semua siswa.
Penting bagi sekolah untuk mencari cara-cara yang adil dan berkelanjutan untuk mendukung akses pendidikan bagi semua siswa tanpa memberatkan beban finansial yang tidak wajar. Beasiswa, program bantuan, atau skema subsidi adalah beberapa contoh dari solusi yang dapat membantu siswa dari latar belakang ekonomi yang beragam
Saya berharap pihak sekolah melakukan peninjauan ulang atas kebijakan besaran SPP tersebut dan mengubahnya jika dinilai tidak wajar atau tidak adil, apalagi pihak sekolah kan sudah dibantu dengan adanya dana Bos dan Bosda, tutupnya
(Riyan/Red)